BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia ajaran tata susila atau ajaran yang
menuntun manusia untuk berbuat baik merupakan suatu hal yang sangat penting guna
tercapainya kehidupan yang damai. Susila merupakan salah satu bagian dari Tri
Kerangka Dasar Agama Hindu. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering sekali
menjumpai orang dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda dan memang sudah
kodrat manusia itu sendiri ada yang mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik
dan berbuat buruk. Dalam ajaran tata susila, hal ini dapat kita pahami dalam
ajaran hokum karma.
Kecenderungan-kecenderungan sifat tersebut
sangat berhubungan dan berpengaruh dengan karakter serta prilaku manusia.
Kecenderungan untuk berbuat baik merupakan sifat yang diajarkan dalam subha
karma, sedangkan kecenderungan untuk berbuat buruk merupakan sifat dari Asubha
karma.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusa masalah dalam penyusunan makalah ini antara lain :
- Apa
yang dimaksud dengan hukum karma ?
- Bagaimanakah
hukum karma dari perbuatan yang dilakukan oleh
seseoarang ?
1.3
Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Hukum Karma” ini
penyusun bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang ajaran Hukum Karma
dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Hukum
Karma
Perkataan karma “berasal dari bahasa sansekerta” dari urat
kata “kr” yang berarti berbuat, bekerja, bergerak, bertingkah laku. Menurut
hukum sebab dan akibat maka segala sebab pasti akan membuat akibat.
Demikian pula halnya segala sesuatu sebab yang merupakan
perbuatan (karma) atau menimbulkan buah atau akibat yang berupa perbuatan karma
pula. Hukum rantai sebab akibat perbuatan (karma) inilah yang disebut “hukum
karma”.Dalam ajaran Agama Hindu akibat (hasil perbuatan) itu disebut Karmapala.
“Karmapala
ngaran ika phalaning gawe hala hayu ”
Clokantara
68,
Artinya:
Karma artinya akibat phala dari baik buruk suatu perbuatan (karma). Hukum ini
sebenarnya sangat besar pengaruhnya terhadap peruntungan segala mahluk
sesuai dengan subha (baik) asubha (buruk) karma (perbuatan) yang dilakukan
karena itulah yang menentukan kebahagian/ penderitaan hidup lahir bathin dari
sesuatu mahluk baik dalam masa penjelmaan didunia ini maupun dalam hidupnya
dialam lain dari sini dan dalam kehidupan yang akan datang. Jadi setiap yang
berbuat baik (subha karma) pasti baik yang akan diterimanya,demikian pula
sebaliknya setiap yang berbuat buruk (asubha karma) buruk pulalah yang
diterimanya.
Setiap mengalami masa kehidupan tertentu, mahluk ini tidak
akan putus-putusnya menikmati karmapala itu. Ada yang sempat dinikmati
pada masa kehidupannya sekarang ada pula dinikmati pada masa hidupnya yang akan
datang, serta ada kalanya pula akan dinikmati dihakirat kelak.
Oleh karena itu menurut keyakinan sendiri Umat Hindu dengan
adanya hukum karma phala ini akan memberikan keyakinan kepada manusia untuk
mengarahkan segala tindak lakunya selalu berdasarkan etika dan cara-cara yang
baik untuk mencapai cita-cita yang baik dan selalu menghindari jalan tujuan
yang buruk agar tercapainya kebahagian dalam hidup ini dihakirat dan dalam
penjelmaan yang akan datang.
Dengan
demikian maka “karma phala” itu dapat digolongkan menjadi tiga macam sesuai
dengan saat dan kesempatan untuk dinikmati yaitu:
1.1. Sancita
karma phala:
Ialah phala hasil perbuatan kita
dalam kehidupan terdahulu yang menentukan kehidupan sekkarang. Maksudnya yaitu
: bila karma (perbuatan kita pada kehidupan yang terdahulu baik maka kehidupan
kita sekarang akan baik pula; senang, sejahtera, bahagia ). Dan sebaliknya bila
kehidupan kita sebaliknya terdahulu maka kehidupan kita sekarang inipun akan
buruk (selalu menderita sengsar, susah dan sebagainya).
1.2.
Prarabda karma phala:
Ialah phala dari perbuatan kita pada
kehidupan tanpa ada sisanya lagi. Maksudnya ialah : karma perbuatan yang segera
mendatangkan hasil. Sekarang berbuat baik atau buruk pada pihak lain seketika
itu atau pada masa hidup ini akan menerima hasilnya baik atau hasil buruk
sesuai dengan karma yang dilakukan.
1.3.
Kriyamana karma phala:
Ialah hasil perbuatan yang tidak
sempat dinikmati pada saatnya berbuat sehingga harus diterima pada kehidupanan
yang akan datang. Tegasnya cepat atau lambat dalam kehidupan sekarang atau
nanti segala phala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan
hukum.
Selanjutnya
ada juga pembagian karma phala berdasarkan atas pembagian macamnya karma, kerja
yang dilakukan oleh manusia yaitu:
1.Karma
sangga:
Yakni segala perbuatan atau tugas kewajiban yang berhubungan
dengan keduniawian hidup di dunia ini yang menyangkut kehidupan social manusia
(disebut karma sangga). Bila seseorangkaryawan yang bekerja dengan tenaga
jasmaninya akan menerima upah disebut karmakara. Sedangkan karyawan yang
bekerja dengan tenaga rohanianya/ pikiran juga akan maendapat upah disebut
karma kesama.
- Karma
yoga:
Ialah
orang yang bekerja tanpa memikirkan upahnya karena yakin bahwa kerja yang
dilakukan olehnya adalah atas perintah Tuhan sesuai dengan atika Agmanya.
Menurut keyakinan agama Hindu bahwa segala baik buruk perbuatan (subha asubha
karma) akan membawa hasil atas akibat, tidak saja didalam hidupnya
sekarang init tetapi juga diakhirat (sorga dan neraka) setelah atma dengan
suksma sariranya (badan astral) berpisah antara stula sarira (badan wdag) dan
membawa pula dalam akibat dalam penjelmaan yang akan datang (punarjanna)
setelah atma bersama dengan suksma sariranya bersenyawa lagi dengan stula
sariranya (badan wadag yang baru). Tuhan Yang Maha Tahu akan menhukumnya bagi
mereka yang berbuat buruk dalam hidupnya dan akan dimasukan kedalam neraka
yakni hukuman yang bersendikan “Dharma” keadilan. Demikian sebaliknya Tuhan
akan merahmati atma seseorang yang berjasa dan yang melakukan amal saleh
serta kebajikan yang suci dan akan diberikan tempat yang baik atau sorga.
Begitu pula Tuhan akan mengampuni atma roh yang pernah berbuat bila ia tobat
dan tidak akan melakukan dosa itu lagi.
Menurut keyakinan Agama Hindu yang dimaksud dengan sorga dan neraka itu adalah
merupakan suatu tempat beristirahat para arwah sambil menikmati hasil
perbuatannya yang dilakukan dahulu pada saat hidupnya didunia. Jika karmanya
baik pada masa hidupnya didunia ia akan mendapat sorga, jika karmanya buruk
akan menndapat neraka.jadi dapat disebutkan bahwa sorga itu kebahagian
diakhirat yang dinikmati oleh atma oleh akibat oleh perbuatan baik atau subha
karma phalanya. Sedangkan neraka itu adalah penderitaan atas hukuman akhirat
yang harus diterima oleh atma karena merupakan akibat dari perbuatan buruknya
(asubha karma).
Adpun
yang maengadili / menetukan phala terhadap amal dosa perbuatan yang
dibawa oleh atma diakhirat dan dalam penjelmaan yang akan datang adalah Tuhan.
Sebab beliaulah yang menjadi sang Agung Yang MahaTahu terhadap segala perbuatan
semua mahluk (manusia) lainnya pengadilan akhirat. Pada waktu beliau mengadili
amal dan dosa daripada karma/ perbuatan yang dibawa oleh atma itu beliau
bergelar “Sang Hyang Yama Dipati” (jaksa Agung akhirat), yang mempunyai bala
(tentara) yang disebut “cikra bala”, jogor manic yang bertugas menyiksa atma
yang berdosa dan juga beliau mempunyai Juru tulis daitya yang bernama
“Sang Suratma” mencatat baik buruk karma dari semua mahluk yang hidup didunia.
Kalau dikupas secar filsafat bahwa jelaslah sang suratma itu tidak lain dari
pada alam pikiran atau suksma sarira (badan astral) dari mahluk (manusia)
tempat tercatat segala subha asubha karma (amal dosa perbuatan) dari mahluk
(manusia) sehingga selalu dan tetap berbekas dalam alam pikirannya. Dan pada
saat Tuhan memberkati kebahagian pada atma yang beramala dan yang berkarma baik
maka beliau sering digelari “Sang Hyang dharma” atau Dharma dewa (Pelindung
Dharma).
Asing sagawenya dadi manusa ya ta iningetan de batara widhi
Apan sira pinaka paracaya bhatara subha asubha karma
Ning janma.
(wraspati tatwa -22)
Artinya:
segala (apa) yang diperbuat dalam penjelmaan (menjadi) manusia (semua)
itulah dicatat oleh bhatara widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa) karena dia sebagai
jaksa (dari) baik buruk (amal dosa) perbuatan manusia.
Bhtara
dharma ngaran nira bhatara yama
Sang kuma yatnaken subha asubha prawertti nikang sekala janma.
Artinya
: Bhatara dharma juga bergelar bhatara yama/ pelindung keadilan yang
mengamat-amati (mengadili) baik buruk pebuatan manusia.baik buruk dari (karma)
itu akan member akibat yang besar terhadap kebahagian atau penderitaan hidup
manusia.
Karena pengaruh karma itu pulalah yang menentukan corak
serta nilai dari pada watak manusia. Karma yang baik menciptakan watak yang dan
karma yang jelek akan mewujudkan watak yang jelek dan jahat. Segala macam karma
yang dilakukan oleh mahluk terutama manusia akan tercatat selalu dalam alam
pikirannya (citanya) yang kemudian akan menjadi watak dan berpengaruh pula
terhadap atma (rohnya), hukum karma yang mempenagaruhi seseorang bukan saja
akan diterimanya sendiri akan tetapi juga akan diwarisi oleh oleh keturunnya
juga.
- A.
Karma Wasana :
Segala bekas-bekas atau kesan-kesan dari segala gerak atau
perbuatan yang tercatat atau melekat pada suksma sarira dan extrahanergy atau
alam pikiran itu disebut karma wasana. Karma berarti perbuatan, dan wasana berarti
bekas-bekas atau sisa-sisa yang masih melekat jadi karma wasana: bekas atau
sisa-sisa perbuatan yang masih melekat telah merupakan sesuatu sifat bahwa
segala sesuatu yang pernah ada pasti akan meninggalkan bekas misalnya habis
memasak panas atau masih baebekas pada panci walaupun apinya sudah dipadamkan
bagaikan tempayanyang menjadi tempat kemenyan setelah hilang dan habis
kemenyannya berbekaslah baunya itu, melekat pada tempayan maka itulah yang
disebut karma wasana.
Demikian juga karma wasana dari baik buruk perbuatan yang
terdapat pada atma dikatakan melekat juga. Oleh karena suksma sarira
(badan astral) itu dibalut oleh karma wasana dari baik buruk perbuatan yang
menyebabkan atma itu mengalami sorga atau neraka dan mengalami penjelmaan kembali
(punarbhawa) menjadi mahluk sesuai dengan amal dosa atau baik buruk yang
tercatat dalam karma wasananya yang terdahulu. Jadi karma wasana itulah yang
menentukan hasil atau phala yang akan diterima oleh atma.
“Yata dumadyakem ikang janma
Mapalenenan, hana
dewa yoni,
Hana widya dara yoni,
hana
Raksasa yoni, hana
daityayoni
Hana nagayoni, akweh prakara
Janma, yata matangyan
Kepwa dudu wecanya”.
(wraspati tatwa 3, 35)
Artinya:
Karma wasana itulah yang menyebabkan adanya penjelmaan yang
berbeda-beda ada penjelmaan dewa (roh suci) dan ada penjelmaan widyadara (roh
yang bijaksana) ada penjelmaan raksasa (yang angkara murka) ada penjelmaan
daitya (yang keras hati) ada pula penjelmaan naga (roh yang memiliki watak
berbelit-belit seperti ular) dan banyak lagi benih-benih penjelmaan atau karma
wasana (yoni) itu yang merupakan sumber penjelmaan oleh karena itulah makanya
masing-masing mahluk berbeda-beda sifatnya.
- B.
Pelebur dosa/ Redemktion
Tujuan Agama Hindu ialah menghendaki agar umatnya dapat
bebas dari belenggu kesengsaraan lahir bathin yakni terlepas dari ikatan
samsara dan bathin yang disebut moksa. Dalam penanggulangan atma dengan Brahma
(moksa) itu roh seseorang akan menikmati satcit ananda (kebenaran, ketentraman,
kebahagian) serta terlepas dari ikatan pengaruh gelombang hidup dan pasang
surut dari suka dan duka. Adapun tangga jalan yang patut ditempuh untuk dapat
mencapai alam moksa itu ialah (kesusilaan amal saleh budi luhur pengabdian yang
suci dan kebajikan itu sendiri) terutama sekali manusia harus dapat melebur
segala dosa-dosa sehingga luput dari pengaruh hukum karma phala. Yang dimaksud
perbuatan dosa ialah: segala perbuatan melalui kata-kata pikiran dan tingkah
laku manusia yang bertentangan (melanggar) dengan hukum kesucian yang
diwahyukan oleh Ida Sang Hyang Widhi (bertentangan dengan ajaran dharma).
Adapun dosa-dosa itu dapat terjadi pada kehidupan sekarang pada masa lampau dan
dalam kehidupan yang akan datang.
Untuk mengurangi dosa-dosa perlu adanya peleburan dosa
sedikit-dikitnya dosa itu agar dapat dikurangi sehingga penderitaan yang
diakibatkannya menjadi berkurang pula. Peleburan dosa itu dapat dilakukan
melalui beberapa jalan antara lain:
- Dengan
jalan berbuat dharma termasuk didalamnya sila, tapa, jnana, brata, kerti,
yoga, dan semadhi.
- Dengan
bantuan/jalan prantara dari orang yang amat suci.
- Dengan
menurunkan keturunan yang berbudi Dharma dan suci.
Adapun
peleburan dosa yang paling baik yang akan dapat melebur dosa besar sekali (maha
petaka) ialah dengan jalan melakukan dharma, yoga, Samadhi,secara baik dan
sempurna.
“Sesungguhnya menjelma menjadi manusia ialah sesuatu hal yang terutama dan
sangat beruntung, karena manusialah yang dapat menolong dirinya sendiri dari
kesengsaraan yaitu dengan jalan berbuat baik (Dharma) ” itulah keuntungan
menjelma menjadi manusia.
(sarasmuccaya II, 10)
Kesimpulannya, pergunakanlah sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia
ini, kesempatan yang benar-benar sulit didapat yang seolah-olah merupakan
tangga atau jalan untuk mencapai sorga (moksa) oleh karena itu pegang teguhlah
agar tidak jatuh lagi dari keadan ini.
(sarsmuccaya II, 12 )
BAB 111
PENUTUP
- A.
kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
- Pengertian
hukum karma phala adalah segala sesuatu sebab yang merupakan perrbuatan (
karma ) atau menimbulkan buah atau akibat yang merupakan perbuatan ( karma
) pula.
- Hukum
karma berlaku terhadap semua orang, pengaruh karma yang menentukan watak
yangkan corak serta nilai dari watak manusia. Karma yang baik menciptakan
watak yang baik, demikian pula sebaliknya, karma yang buruk memberikan
watak yang burukpula. Segala macam karma yang dilakukan oleh mahluk
terutama manusia akan tercatat selalu dalam pikirannya yang kemudia
menjadi watak dan berpengaruh pula terhadap atmanya. Hukum karma yang
mempengaruhi seseorang akan diterima olenya sendiri tetapi juga di warisi
oleh keturunannya kelak.
- B.
Saran
Dengan adanya hukum Karma Pala ini akan memberi keyakinan
kepada umat manusila untuk mengerahkan segala tindak lakunya selalu
berdasarkan etika dan cara-cara yang baik untuk mancapai cita-cita yang baik
dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Purbasana. I Nyoman .2009. panca Srada. Denpasar . Widya
Dharma.
Wijaya, I Gede . 1982. Pengantar Agama Hindu. Denpasar .
Seta Kawan.
Drs. Gede Rudia Adiputra. 2003. Pengetahuan Dasar
Agama Hindu. Jakarta . Pustaka Mitra Jaya.