Tari Bali
Pengertian Tari
Tari
merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan gerakan tubuh
manusia. Pada jaman masyarakat peodal di Bali terdapat perkembangan tari yang
berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Pada permulaan jaman masyarakat peodal
yang ditandai dengan masuknya unsur-unsur kebudayaan India, unsur kebudayaan
Bali masih bertahan kuat sekali terutama kehidupan gotong royong. Pada jaman
masyarakat peodal di Bali istana raja merupakan pusat perkembangan kebudayaan,
tetapi perkembangan itu juga ada yang berada di luar tembok keraton. Dalam
perkembangan tari baik di istana maupun dikalangan masyarakat memerlukan sekali
tari sebagai salah satu kelengkapan upacara keagamaan. Perkembangan seni tari
di Bali baik tari –tari istana maupun tari rakyat pada prinsipnya sama.
Pada jaman sekarang di Bali terdapat
banyak jenis tari pertunjukan atau hiburan seperti kehidupan tari di
daerah lain. Sejak Indonesia merdeka tari Bali me ngalami proses modernisasi
seperti kehidupan tari di Jawa.
CIRI-CIRI
TARI BALI
Berdasarkan atas daerah
perkembangannya tari Bali dapat dibedakan manjadi dua yaitu: gaya tari Bali
selatan dan gaya tari utara. Gaya tari Bali utara memiliki ciri-ciri tarinya
cepat dan kuat. Hal ini terlihat misalnya pada angkatan kaki yang tinggi pada
tarian wanita. Sedangkan gaya tari bali selatan lebih halus, sebagai bukti
bahwa gaya tari Bali utara lebih cepat dan kuat dari gaya Bali selatan adalah
bahwa tari kebyar yang di Bali selatan umumnya dilakukan oleh seorang laki-laki
dibali utara dilakukan oleh seorang wanita. Dilihat secara sepintas gaya Bali
utara dan gaya Bali selatan sebenarnya perbedaannya tidak bersifat fondamental,
bahkan kehidupan sekarang ini kedua gaya tersebut saling pengaruh mempengaruhi
sehingga menjadi sebuah gaya tari yang khas yaitu gaya tari Bali.
Adapun ciri-ciri tari Bali adalah sebagai berikut :
- Tari Bali pada umumnya Bersifat Ekspresif, Hal ini terbukti pada gerakan mata yang sangat kocak. Seorang penari Bali apabila sudah mulai menari akan mengangkat alisnya sedikit ke atas, karena apabila hal ini tidak dilakukan tarian tersebut akan kosong tanpa ekspresi. Selain itu gerak mata pada tari Bali adalah ciri khas oleh daerah lain, gerak mata bisa dilakukan dengan cara cepat, lambat. Gerakan mata seperti itu di Bali disebut dengan Nyledet.
- Pada umumnya tari Bali bersifat dinamis selaras dengan musik pengiringnya yaitu gamelan Bali yang sangat dinamis pula. Setiap gerak pada Tari Bali seperti mata, kepala, tangan, kaki, bahu selalu bersamaan dengan ritme pukulan geraknya. Ritme tersebut pada setiap lagu sering berbeda-beda ada yang ritmenya cepat, lambat ada pula yang cepat sekali.
- Sikap atau posisi kaki pada tari Bali umumnya terbuka dan rendah bahkan ada yang sampai jongkok. Tetapi ada pula yang sikap dalam menari bentuk kaki tegak lurus.
- Setiap gerakan tangan pada umumnya terbentuk agak diangkat ke atas sehingga bahu sering kali kelihatan ikut terangkat pula.
Disamping ciri-ciri di atas tari
Bali juga ada tarian yang khusus haya dilakukan oleh seorang penari laki-laki
saja atau perempuan saja. Tari yang khusus dilakukan oleh penari laki-laki
misalnya Tari Topeng, Tari Jauk. Tari Baris. Tari yang dilakukan oleh penari
perempuan saja misalnya Tari Legong, Tari Arja, Tari Pendet, Tari Sanghyang.
Jenis –
jenis tari Bali
Jenis
– jenis tari Bali diantaranya Tari Wali (Tari Sakral), Tari Bebali dan Tari
Balih-balihan.
1
Tari wali
Tari
wali merupakan tarian keagamaan yang dianggap keramat, adapun jenis tari wali
yaitu:
- Rejang
Tarian yang ditampilkan oleh wanita
secara berkelompok di halaman pura pada saat berlangsungnya upacara.Tari rejang
memiliki gerakan yang sederhana dan lemah gemulai.Tari Rejang Dewa – Sebagian besar
seni tari yang ada di daerah Bali tidak hanya berfungsi sebagai seni semata,
tapi juga merupakan tarian upacara yang ditujukan untuk para dewa.Sehingga
tidak heran jika seni tari di daerah Bali lebih banyak dilakukan di Pura,
termasuk diantaranya adalah tari rejang dewa. Tari rejang dewa merupakan tarian
yang digunakan untuk menyambut kehadiran Hyang Widhi Waca dan para dewata
kahyangan ketika turun ke bumi

Seperti tarian sakral lainnya, tari rejang dewa juga tidak boleh
dilakukan di sembarang tempat. Para
warga Bali hanya melakukan tarian di Pura, area yang dianggap paling suci. Walaupun
dinamakan dengan sebutan dewa yang biasanya identik dengan sosok laki – laki.
Namun pada kenyataannya tari rejang dewa dibawakan oleh penari putri.
Tarian ini
biasanya dibawakan secara berkelompok atau massal. Gerakan yang ada pada tarian
ini juga sangat sederhana, bahkan terkesan polos.
Walaupun hanya terdiri dari gerakan yang sederhana, namun makna yang
terkandung dalam tarian ini tidaklah sesederhana itu.Gerakan sederhana yang ada
pada taria rejang dewa biasanya dibwakan dengan rasa penuh pengabdian kepada
para dewa dan penuh rasa kehadirat sang Maha Agung. Tari rejang dewa biasanya
ditampilkan ketika pura mengadakan acara – acara keagamaan atau ritual tertentu
lainnya. Penari yang membawakan tari rejang dewa biasanya menggunakan pakaian
upacara,yang biasanya didominasi oleh warna putih dan kuning.
Dalam membawakan trai rejang dewa para penari biasanya membuat lingkarang
di halaman Pura atau Pelinggih. Terkadang penarinya membawakan tarian ini
sambil berpegangan tangan. Sebagai tarian penyambutan dewa, selain harus
dilakukan di tempat suci seperti pura, tapi juga memiliki persyatan lainnya.
Misalnya sang penari haruslah gadis yang masih perawan. Oleh karena
itulah kebanyakan penari yang membawakan tarian ini masih duduk di bangku
sekolah dasar.
·
Pendet
Merupakan tarian pembuka upacara di
pura. Penari yang terdiri dari wanita dewasa menari sambil membawa perlengkapan
sesajen.Gerakan Tari Pendet lebih dinami dibanding Tari Rejang Kini,
Pendet telah ditarikan untuk hiburan, terutama sebagai tari penyambutan. 

Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang
banyak diperagakan di pura,
tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan
penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring
perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang",
meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius.
Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan RindiPendet
merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak
seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif,
Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangku
pria dan wanita, dewasa maupun gadis.
Tarian ini
diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda
mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung
jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri ini memiliki pola
gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang
yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan
setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian
upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan
perlengkapan sesajen lainnya.
·
Barong
Seni tari
yang menceritakan pertarungan antara kebajikan dan kejahatan. Tokoh utama
adalah barong, hewan mistik yang diperankan dua penari pria, seorang memainkan
kepala dan kaki depan, seorang lagi jadi kaki belakang dan ekor. Barong dan
Rangda ialah dua eksponen yang saling kontradiktif satu dengan yang lainnya.
Barong dilambangkan dengan kebaikan, dan lawannya Rangda ialah manifestasi dari
kejahatan. Tari Barong biasanya diperankan oleh dua penari yang memakai topeng
mirip harimau sama halnya dengan kebudayaan Barongsai dalam kebudayaan China.
Sedangkan Rangda berupa topeng yang berwajah menyeramkan dengan dua gigi taring
runcing di mulutnya.
Pulau Dewata Memang menyimpan segudang keunikan seni, budaya
dan tradisi yang masih dipegang teguh serta dijalankan hingga saat ini. Tidak
hanya untuk mempertahankan akar budaya, namun juga sebagai penghibur para
pelancong yang berwisata ke Pulau Bali. Banyak atraksi seni termasuk
tari-tarian yang memiliki maksud dan filosofi positif dibalik dinamisme
geraknya. Salah satu diantaranya adalah Tari Barong. Tarian yang berasal dari
khazanah kebudayaan Pra-Hindu ini menggambarkan pertarungan antara kebajikan
dan kebatilan.
Dalam Tari Barong, kebajikan direpresentasikan pada lakon
Barong, yakni seorang penari dengan kostum binatang berkaki empat. Sementara
kebatilan dimainkan oleh Rangda, sosok menyeramkan dengan taring di mulutnya.
Keduanya bertarung sambil menari mengikuti alunan musik tradisional Bali.
Tokoh Barong pada tarian ini memang cukup sentral. Kostumnya
pun menarik karena dilengkapi dengan beragam pernak-pernik yang meriah. Barong
sendiri digambarkan sebagai makhluk perpaduan singa, harimau dan juga lembu.
Pada tubuh barong dihiasi dengan ornamen dari kulit, potongan kaca cermin serta
dilengkapi dengan bulu-bulu yang terbuat dari serat pandan. Tokoh barong juga
dimainkan oleh dua penari sekaligus.
Selain memainkan cerita Pra-Hindu,
ada juga beberapa tokoh pendukung lain seperti Kera yang merupakan sahabat
Barong, Dewi Kunti, Sadewa serta para pengikut Rangda. Meskipun tarian ini
menceritakan tentang pertarungan antara kebatilan dan kejahatan, tarian ini
mengandung unsur komedi yang diselipkan di tengah-tengah pertunjukan. Hal itu
tercermin dari beberapa gerakan dari Barong dan kera yang mengundang tawa
penonton.
Tari barong masih mengandung unsur
budaya khas Bali yang amat kental terlebih pada hal-hal yang berbau mistis.
Pada pembuatan kostum barong, bahan-bahan diperoleh dari kayu-kayu yang
dianggap keramat. Selain itu disela-sela tarian ini juga diselingi Tari Keris
yang kerap ditunjukan adegan menusukan keris layaknya pertunjukan Debus dari
Banten. Oleh karena itu tidak hanya sebuah tari budaya, tari barong juga sangat
disakralkan oleh masyarakat Bali.
Layaknya warisan seni budaya Indonesia lainnya, dibalik
keunikan dan keindahannya tari barong juga memiliki makna dan nilai luhur yang
mendalam. Pesan bahwa kebatilan akan selalu menang melawan kejahatan tercermin
jelas melalui kemenangan Barong melawan Rangda. Hal ini juga sejalan dengan
nilai-nilai yang diwariskan para leluhur dan pendahulu bangsa.
·
Baris
Jenis tarian pria, ditarikan dengan
gerakan yang maskulin. Berasal dari kata bebaris yang bermakna prajurit, tarian
ini dibawakan secara berkelompok, berisi 8 sampai 40 penari.
Tarian yang
ada di Bali ada bermacam-macam, ada yang bersifat hiburan ada juga untuk
upacara yadnya yang sering disebut tari sakral, seperti tari Baris
Tunggal. Tari Baris ini
merupakan juga tari kepahlawanan, mempertunjukkan jiwa keprajuritan dan juga
dalam memainkan senjata dalam perang, sebuah tarian kedewasaan jasmani,
gerakan-gerakan tarian menununjukkan kewibawaan seorang prajurit dalam setiap
langkahnya yang tegap dan berwibawa. Kematangan jiwa tercermin dari gerak
langkah yang dinamis dan tatapan mata yang dalam dan karakter yang kuat.
Pakaian yang digunakan dengan hiasan kepala yang berbentuk kerucut, serta
hiasan lamak, kostum pakaian didominasi warna merah dan putih yang artinya
berani dan suci, sangat serasi dengan karakter tarian tersebut ditarikan oleh
seorang laki-laki dengan tegas dan enerjik dan penuh wibawa. Pada pementasaan
dalam rentetan upacara ngaben, yaitu saat memukur, pementasan tari Baris Tunggal
sakral ini berfungsi sebagai punia atau persembahan kepada leluhur dan
diantarkan oleh mantram-mantram suci sang Sulinggih/ pandita. Tapi beda dengan
Tari Baris Profan yang biasa dipentaskan sebagai tari balih-balihan, sehingga
wisatawan yang sedang berlibur dan wisata di Bali juga nisa menyaksikan tari
Baris.
- Sanghyang Dedari adalah tari yang memasukkan unsur-unsur kerasukan guna menghibur dewa-dewi, meminta berkat dan menolak bala.
2.
Tari Bebalihan
Tari Bebalihan merupakan jenis tarian upacara, biasanya
dipentaskan di halaman tengah pura. Tari ini sifatnya di antara sakral dan
hiburan. Jenis tari bebali ialah Gambuh, Topeng, wayang dan calonarang.
·
Gambuh
Merupakan sendra
tari Bali yang tertua. Musik, literatur dan kosakata yang digunakan dalam
tariannya diturunkan dari periode Majapahit di Pulau Jawa. Pertunjukkan ini
biasanya ditampilkan di pura pada saat hari-hari besar dan upacara.
Gambuh adalah sebuah drama tari
warisan budaya Bali, yang memperoleh pengaruh dan drama tari zaman Jawa-Hindu
di Jawa Timur, yang dikenal dengan nama Rakêt
Lalaokaran. Drama tari klasik yang lahir di Puri pada masa lampau, masih dilestarikan diberbagai daerah di
Bali, yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan. Rakêt telah mengalami perjalanan
sejarah yang panjang, dan baru disebutkan lagi dalam Kidung Warjban Wideya dari abad XVI. Rakêt Lalaokaran yang juga disebut Gambuh Ariar adalah pertunjukan berlakon yang merupakan
perpaduan antara Rakêt dengan Gambuh. Gambuh abad XVI ini adalah
tarian perang yang merupakan kelanjutan dan Bhata Mapdtra Yuddha, yaitu tarian perang untuk menghibur rakyat
Majapahit yang melaksana upacara Shreiddha.
Penelitian yang mengkaji asal-usul Gambuh serta pengaruhnya pada dramatari Arja ini, merupakan penelitian
kualitatif yang menggunakan pendekatan etnokoreologi, yaitu sistem analisis
yang memadukan penelitian tekstual dengan penelitian kontekstual. Kedua drama
tari ini memiliki aspek-aspek yang multilapis, sehingga dalam kajiannya akan melibatkan
pula metode, teori maupun konsep-konsep disiplin lainnya. Penelitian untuk
disertasi ini juga menyajikan pembahasan tekstual secara lebih rinci, yaitu
dengan melakukan perbandingan antara Gambuh
dengan Arja dilihat
dari unsur-unsur yang membangun kedua drama tari tersebut. Studi banding ini
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa banyak persamaan yang dimiliki, serta
seberapa jauh perbedaan yang ditunjukkan oleh kedua drama tari tersebut.
Terwujudnya Gambuh sebagai dramatari istana yang adiluhung telah memberikan
pengaruh yang besar pada kehidupan seni pertunjukan di Bali. Gambuh yang terbentuk di Bali tidak
hanya memperkenalkan cerita sebagai lakon yang memunculkan adanya struktur
dramatik yang lengkap, akan tetapi memperkenalkan pula koreografi yang rumit
dan penampilan yang artistik, untuk hiburan raja dan para bangsawan kerajaan.
Bentuk pertunjukan Gambuh memiliki
standar kualitas tertentu yang mencirikan Gambuh, yaitu memiliki struktur pertunjukan dan koreografi serta
iringan musik yang pasti, perbendaharaan gerak yang lengkap dengan
aturan-aturan yang ketat, yang tidak dimiliki oleh Bali sebelumnya. Begitu pula
kostum yang digunakan sangat megah, berbeda dengan kostum yang digunakan oleh
tarian-tarian sebelumnya yang sangat sederhana. Itulah yang menyebabkan Gambuh dikatakan sebagai sumber
drama tari yang muncul kemudian di Bali.
Salah satu drama tari yang mendapat
pengaruh dari Gambuh adalah
drama tari opera arja. Arja adalah
dramatari opera yang menggunakan tembang
dan dialog sebagai media ungkap lakon yang ditampilkan. Dilihat dari bentuk
pertunjukkan arja yang sekarang
dengan bentuk pertunjukan pada mulanya ketika masih disebut dadap, tampak perbedaan yang sangat
mencolok. Hal ini menunjukkan perbedaan dramatari opera arja seperti sekarang ini telah melalui suatu proses
transformasi dengan rentangan waktu yang sangat lama. Dramatari arja yang muncul dikalangan
masyarakat jelata sebagai sebuah pertunjukan yang sederhana pada mulanya, telah
berubah secara bertahap menjadi bentuk seni pertunjukan yang memiliki
unsur-unsur pokok Gambuh dalam
bentuk yang lebih menarik.
Gambuh yang muncul sebagai drama tari
istana telah berkembang sesuai dengan kehidupan masyarakat Bali yang religius.
Ditemukannya lontar Dharma Pagambuhan dalam
penelitian ini, menunjukan hubungan yang erat antara seni pertunjukan dengan
kehidupan ritual keagamaannya. Lontar Dharma
Pagambuhan merupakan lontar tuntunan spiritual untuk dramatari Gambuh, yang berisi pertunjukan
berupa mantra-mantra yang harus diketahui oleh penari maupun Penabuh Gambuh. Lontar ini juga
memuat jenis-jenis sesajen yang harus dipersembahkan ketika melakukan
pementasan Gambuh. Digunakannya
jenis-jenis sesajen yang dimuat dalam Dharma
Pagambuhan oleh genre
seni pertunjukan lainnya di Bali merupakan pertunjukan pula, bahwa Gambuh adalah sumber drama tari Bali
yang tercipta kemudian.
Penelitian ini telah menunjukkan
bahwa Gambuh memang berasal
dari zaman Jawa-Hindu di Jawa Timur, yang telah mengalami perubahan dan
perkembangan di Bali. Kehadiran Gambuh
tepat pada saat bali sedang mengalami kebangkitan kembali dalam bidang
seni, yaitu pada zaman pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550). Gambuh yang memiliki elemen-elemen
dramatari yang sangat lengkap, telah menjadikannya lengkap, telah menjadikannya
sumber, yang kemudian mempengaruhi bentuk-bentuk seni pertunjukan yang lahir
kemudian. Arja merupakan
transformasi Gambuh ke dalam
bentuk pertunjukan yang memiliki nuansa baru serta karakter yang berbeda dengan
sumbernya. Arja memiliki
unsur-unsur pokok Gambuh dalam
bentuk yang lebih menarik, dalam arti sesuai dengan jiwa zamannya. Semua itu
berkat peran para penari Gambuh yang
terlibat dalam pembentukannya, termasuk peran istana yang telah membangun arja sebagai arja due purl (arja milik
istana), yang juga turut
memberikan pengaruh dan dampak yang menguntungkan dalam dunia seni pertunjukan
di Bali. Tari gambuh biasanya dipentaskan pada saat Hari Raya Galungan dalam
rangka mengiringi serangkaian upacara pada Hari Raya Galungan tersebut selain
itu juga dipergunakan pada saat orang setempat melaksanakan acara pernikahan,
selain itu juga banyak dicari atau diundang oleh desa tetangga dalam rangka
mengiringi upacara yadnya juga, orang setempat menyebutnya Nunas Tirta Gambuh.
Pada hari Raya Galungan, Tari Gambuh ini dipentaskan pada sore atau malam hari
H. Tokoh - tokoh dalam tari Gambuh tersebut lumayan banyak juga. Awalnya tari
Gambuh ini dimulai dengan mementaskan 2 penari dengan tokoh "Condong dan
Galuh" biasanya disebut Salah satu keunikan Gambuh adalah pada bentuknya,
yang merupakan gabungan antara tari Jawa dan tari Bali, dimana Gambuh
memasukkan cerita dalam tarian Bali karena tarian Bali pada zaman Pra-Hindu
tidak memiliki cerita. Dalam perkembangannya, Gambuh yang semula hanya
mengambil cerita Panji kemudian dapat menampung berbagai cerita klasik yang
sesuai dengan struktur dramatikanya.
Tari Gambuh adalah tarian drama tari Bali yang dianggap
paling tinggi mutunya dan merupakan drama tari klasik Bali yang paling kaya
akan gerak-gerak tari sehingga sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali.
Diperkirakan Gambuh ini muncul sekitar abad ke-15 yang lakonnya bersumber pada
cerita Panji. Gambuh berbentuk total theater karena dikarena di dalamnya
terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama dan tari, seni rupa, seni sastra,
dan lainnya. Pementasanya dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan,
upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra
Yadnya (ngaben) dan lainya sebagainya. Diiringi dengan gamelan Penggambuhan
yang berlaras pelog Saih Pitu. Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah
Condong, Kakan-kakan, Putri, Arya atau Kadean-kadean, Panji (Patih Manis),
Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Dalam memainkan
tokoh-tokoh tersebut semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh
Turas, Panasar dan Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan
kasar.
Gambuh
yang masih aktif hingga kini terdapat di desa: Batuan
(Ginayar), Padang Aji dan budakeling (Karangasem), Pedungan (Denpasar), Apit
Yeh (Tabanan), Anturan dan Naga Sepeha (Buleleng).
Tari Balih-balihan adalah jenis tarian yang bersifat
non-religius dan cenderung menghibur. Jenis-jenisnya:
1
Janger
Adalah
tarian pergaulan yang dibawakan oleh penari laki-laki maupun perempuan. Penari
putri mengenakan mahkota berbentuk merak berwarna emas dan hiasan daun kelapa
kering. Sebagian besar tarian ditampilkan dalam posisi duduk, dengan
gerakan-gerakan tangan, bahu dan mata. Merupakan jenis tari
kreasi yang lebih baru, Janger diadaptasikan dari aktivitas para petani
yang menghibur diri karena lelah bekerja. Lirik lagunya diadaptasikan dari
nyanyian Sanghyang, sebuah tarian ritual.
Jika dikategorikan dalam Tari Bali, Janger termasuk Tari
Balih-balihan, tarian yang memeriahkan upacara maupun untuk hiburan.
Karena populernya, pada tahun 1960-an, Janger mulai
dipentaskan dalam kegiatan berbagai partai
politik, tak terkecuali PKI.
Kelompok-kelompok tari Janger mendukung kampanye pemutusan
hubungan RI dengan Malaysia pada tahun 1963. Presiden Soekarno
memberi banyak perhatian kepada tari ini, salah satunya dengan membawa
penari-penari Janger pentas di Istana Tampaksiring. Setelah peristiwa G30S/PKI
terjadi, banyak seniman janger yang dianggap berpihak kepada PKI dibunuh dan
dikucilkan. Masa ini merupakan periode kejatuhan Tari Janger. Baru pada tahun
1970-an, popularitasnya kembali naik.
Pada perkembangannya, kini Janger juga dapat
dibawakan oleh orang dewasa.Terdapat kelompok-kelompok tari yang anggotanya
wanita dewasa yang berperan sebagai janger maupun kecak. Janger juga dibawakan
dalam bentuk drama tari yang disebut Janger
Berkisah. Kisah-kisah yang dimainkan antara lain Arjuna Wiwaha, Sunda
Upasunda dan sebagainya.
Selama puluhan tahun, Janger telah diajarkan kepada
para pemuda pemudi di Bali. Lama kelamaan, tari ini menjadi ajang kenalan
pemuda antar desa satu dengan desa lain. Karena berkembang di
masing-masing komunitas, muncul varian yang dibumbui dengan gaya tersendiri.
Pemerintah daerah Bali ikut mempopulerkan Janger
sebagai tari pembuka pada macam-macam kegiatan dan acara, misalnya program Keluarga Berencana,
pemilihan umum,
kesehatan untuk lansia], sampai kampanye anti narkoba.
Selain dari gerak tarian, lagu Janger kemungkinan
lebih populer di luar Bali. Lagu Janger banyak dikenal karena sering
dinyanyikan oleh tim Indonesia dalam kejuaraan paduan
suara internasional.
2
Kebyar
Dapat
ditarikan secara solo, duet, trio, kelompok atau dalam sendratari. Tari ini
diiringi dengan permainan gamelan gong kebyar. Legong adalah tarian yang
diciptakan oleh Pangeran Sukawati berdasarkan mimpinya melihat bidadari. Penari
legong yang berjumlah 3 orang menari mengikuti permainan gamelan semar
pagulingan.
3
Kecak
Adalah
tarian beramai-ramai yang dibawakan di malam hari mengelilingi api unggun.
Ditampilkan oleh seratus atau lebih pria sambil duduk, dipimpin oleh pendeta di
tengah-tengah. Tari kecak tak diiringi musik, tapi hanya tepukan telapak tangan
yang memukul bagian-bagian dari tubuh agar menghasilkan suara. Mereka
mengucapkan kata-kata “cak, cak, cak” untuk menghasilkan suatu paduan suara
unik.
Makna dan Arti Dari Tari Kecak
Tarian
ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk
berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan
mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu
Rama melawan Rahwana.Walau
Begitu , Kecak berasal
dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada
kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur
dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan caturmelingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian Sang Hyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana. Kita Perlu bangga Karena Tari Kecak Adalah salah satu Seni Budaya , Seni Tari yang sudah Memiliki Nama yang Sangat Besar Di mata Dunia.
4
Tari Topeng
Di Bali, topeng dianggap sakral, seperti topeng barong ket (singa), barong macan, (harimau), barong bangkal (babi hutan), barong lembu (banteng) dan barong landung (raksasa). Menarikan tari topeng dilakukan untuk memainkan kisah kehidupan nenek moyang, kisah Ramayana atau riwayat sejarah. Tari topeng yang terkenal antara lain Topeng Pajegan. Tari ini dipentaskan pada saat upacara akil balig (metatah), pernikahan, dan perayaan di dalam pura.
Di Bali, topeng dianggap sakral, seperti topeng barong ket (singa), barong macan, (harimau), barong bangkal (babi hutan), barong lembu (banteng) dan barong landung (raksasa). Menarikan tari topeng dilakukan untuk memainkan kisah kehidupan nenek moyang, kisah Ramayana atau riwayat sejarah. Tari topeng yang terkenal antara lain Topeng Pajegan. Tari ini dipentaskan pada saat upacara akil balig (metatah), pernikahan, dan perayaan di dalam pura.
Menurut pendapat salah seorang
seniman dari ujung gebang-Susukan-Cirebon, Marsita, kata topeng berasal dari
kata” Taweng” yang berarti tertutup atau
menutupi. Sedangkan menurut pendapat umum, istilah kata topeng mengandung
pengertian sebagai penutup muka / kedok. Berdasarkan
asal katanya tersebut, maka tari topeng pada dasarnya merupakan seni tari tradisional masyarakat Cirebon
yang secara spesifik menonjolkan penggunaan penutup muka berupa
topeng atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya. Seperti yang
telah diutarakan diatas, bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam seni tari topeng Cirebon mempunyai arti
simbolik dan penuh pesan- pesan terselubung, baik dari jumlah kedok, warna
kedok, jumlah gamelan pengiring dan lain sebagainya. Hal tersebut
merupakan upaya para Wali dalam menyebarkan
agama Islam dengan menggunakann kesenian Tari Topeng setelah media
dakwah kurang mendapat respon dari masyarakat.
Tari Topeg
Cirebonan ternyata salah satu seni yang berisi hiburan juga mengandung
simbol-simbol yang melambangkan berbagai aspek kehidupan seperti nilai
kepemimpinan, kebijaksanaan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan
perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa. Dalam
hubungan ini maka seni Tari Topeng ini dapat digunakan sebagai media komunikasi
yang sangat positif sekali.
Sebenarnya
Tari Topeng ini sudah ada jauh sejak abad 10-11M yaitu pada masa pemerintahan
Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan
Seni Tari Topeng ini masuk ke Cirebon dan mengalami akulturasi dengan
kebudayaan setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar